This is default featured slide 1 title

Easy to customize it, from your blogger dashboard, not needed to know the codes etc. Video tutorial is available, also a support forum which will help to install template correctly. By DeluxeTemplates.net

This is default featured slide 2 title

Easy to customize it, from your blogger dashboard, not needed to know the codes etc. Video tutorial is available, also a support forum which will help to install template correctly. By DeluxeTemplates.net

This is default featured slide 3 title

Easy to customize it, from your blogger dashboard, not needed to know the codes etc. Video tutorial is available, also a support forum which will help to install template correctly. By DeluxeTemplates.net

This is default featured slide 4 title

Easy to customize it, from your blogger dashboard, not needed to know the codes etc. Video tutorial is available, also a support forum which will help to install template correctly. By DeluxeTemplates.net

This is default featured slide 5 title

Easy to customize it, from your blogger dashboard, not needed to know the codes etc. Video tutorial is available, also a support forum which will help to install template correctly. By DeluxeTemplates.net

Kamis, 08 Oktober 2015

Merancang latihan mental — untuk tugas fisik


Berikut adalah contoh pedoman latihan mental untuk melatih tembakan 3 point dalam olahraga basket.Tidak seperti tugas kognitif, dalam tugas fisik visualisasi yang dibayangkan sifatnya lebh sederhana dan berkaitan dengan keterampilan motorik gerak olahraga yang spesifik.
Latihan Mental untuk melatih tembakan three poin
1. karakteristik pemain:
  • pemain pemula
  • usia 14 – 18 tahun, atau pemain dewasa.
  • memiliki pengalaman bertanding minimal satu kali.
2. keterampilan yang ingin ditingkatkan:
  • tembakan three poin dari posisi berdiri (diam)
3. frekuensi pengulangan /intensitas
  • dilakukan sejenak sebelum melatih teknik tembakan three poin di lapangan
  • dilakukan pada saat waktu luang, sehari 2 – 3 kali dengan waktu 1 – 5 menit.
  • latihan dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja saat ada waktu luang
4. langkah-langkah :
  • latihan mental ini dapat dilakukan dimana saja, selama anda berada dalam situasi tidak teraganggu.
  • pejamkan mata sejenak.
  • bayangkan anda berdiri di belakang garis, berdiri memegang bola basket. bayangkan telapak tangan anda memegang permukaan bola basket, bayangkan posisi kaki dan tubuh anda saat itu
  • bayangkan posisi ring basket dari tempat anda berdiri
  • bayangkan anda mengangkat bahu dan siku. kedua tangan, bersiap melakukan tembakan three poin.
  • bayangkan kontraksi otot-otot di tangan dan bahu, tolakan dari pinggang, paha dan betis saat anda melemparkan bola.
  • bayangkan jalur lemparan bola hingga memasuki keranjang.
  • bayangkan kontraksi otot yang anda rasakan, bayangkan gerakan yang anda lakukan saat anda kembali ke posisi semula.
  • bila memungkinkan, ulangi visualisasi tersebut 5 – 10 kali. Namun bila anda melakukannya sebelum berlatih 3 poin, cukup bayangkan 1-3 kali sebelum melempar.


Merancang Latihan Mental — untuk tugas kognitif


contoh rancangan latihan mental dalam olahraga pencak silat, untuk melatih tugas kognitif mengatur pergerakan posisi dalam ketgori tanding;
Latihan mental mengatur pergerakan posisi dalam kategori tanding pada olahraga pencak silat
1. Karakteristik atlet :
  • pesilat kategori tanding tingkat mahir , putra maupun putri.
  • pengalaman bertanding minimal 1 tahun, atau minimal telah pernah mengikuti 5 kali pertandingan di kejuaraan daerah
  • pesilat kategori dewasa, usia minimal 18 tahun (mempertimbangkan pengalaman bertanding dan kematangan berpikir)
  • pesilat harus secara aktif terlibat dalam latihan intensif 3 – 5kali seminggu
2.  Target keterampilan:
keterampilan mengatur posisi dengan melakukan pola langkah secara taktis untuk mendapatkan posisi terbaik dalam menyerang lawan
3. frekuensi dan intensitas:
sekali sehari selama 10 – 20 menit, sebelum tidur. Disarankan dilakukan 3 – 4 kali seminggu.
4. langkah-langkah:

  • carilah tempat berbaring yang nyaman, di lingkungan yang tenang tanpa ada suara mengganggu atau gangguan-gangguan lainnya. Longgarkan pakaian, lepaskan ikat pinggang dan sepatu, usahakan tubuh berada dalam kondisi serileks mungkin.
  • apabila menggunakan posisi berbaring, berbaringlah telentang di atas permukaan yang empuk tanpa menggunakan alas untuk kepala,  kedua tangan di samping badan, posisi rileks. Kaki lurus dan rileks.
  • pejamkan kedua mata perlahan-lahan.
  • sedikit demi sedikit, lemaskan semua otot-otot dalam tubuh anda.  Dimulai dari ujung kaki, lemaskan semua otot otot di ujung jari kaki, tumit, naik ke arah betis, lutut dan paha, lemaskan semuanya. Lemaskan sambil mengatur nafas selambat dan serileks mungkin.
  • Naik ke arah pinggang, lemaskan semua otot di bagian perut, pinggang, dan punggung. Rasakan bagaimana udara memenuhi paru-paru anda dengan menghirupnya lambat-lambat, kemudian hemuskan pelan-pelan. Rasakan bagaimana dada anda naik turun dengan lambatuntuk bernafas. Tubuh anda terasa semakin rilekpada setiap nafas.
  • Lemaskan leher dan otot-otot wajah. Rasakan udara yang ditarik melalui hidung dan hembuskan lambat-lambat. Anda merasa semakin rileks setiap menghembuskan nafas.
  • perlahan-lahan, bayangkan sebuah gelanggang pencak silat dengan ukuran 10x10m. Bayangkan anda berdiri di atasnya. Bayangkan apa yang anda rasakan di telapak kaki saat anda berdiri di atas permukaan matras. Anda mengenakan dodi protektor dan pakaian silat lengkap, dalam kondisi pasang dengan penuh kesiagaan. Ada lima juri dan wasit yang memimpin pertandingan anda. Bayangkan mereka berada di mana. Ada seorang lawan yang anda hadapi, bayangkan berada di mana posisinya, seperti apa pasangnya.
  • Bayangkan wasit memberi tanda pertandingan akan dimulai. Anda Melangkah ke arah kiri untuk menggiring lawan ke depan juri pertama, kemudian anda menyerang dan mencetak poin disana. Poin anda dicatat oleh juri pertama.
  • Anda bergerak melangkah secara taktis menggiring lawan ke depan juri kedua, kemudian mencetak poin lagi disana. poin anda dicatat oleh juri kedua.
  • Anda melakukan pola langkah tertentu untuk menggiring lawan berada diantara juri ketiga dan keempat, kemudian anda mencetak poin disana. poin anda dicatat oleh juri tiga dan empat.
  • Anda berusaha menggiring lawan kembali ke arah juri lima, dan lawan terpojok kemudian anda mencetak poin kembali di depan juri lima. Juri lima mencatat poin anda.
  • Anda mencetak angka dengan melakukan berbagai pola langkah untuk mengepung dan mematikan langkah lawan; dan di akhir pertandingan, nilai anda lebih tinggi dari lawan dan anda diumumkan sebagai pemenang.
  • latihan mental telah selesai. perlahan-lahan, kembalikan pikiran anda ke tubuh anda semula. Rasakan kembali otot-otot wajah anda yang rileks, rasakan kembali nafas anda secara teratur.
  • rasakan kembali leher, dada, punggung, kedua tangan anda. rasakan bagimana dada anda naik turun bernafas. paru-paru anda dipenuhi oksigen, jantung anda berdetak memompa darah yang terasa hangat di seluruh tubuh anda.
  • rasakan otot pinggang, paha, betis, tumit dan ujung kaki kembali.
  • perlahan-lahan, gerakkan ujung kaki anda, dan jari-jari tangan anda perlahan-lahan.
  • buka mata perlahan-lahan. Tetaplah berada dalam posisi berbaring sementara, nikmati hingga anda merasakan kembali kesadaran akan tubuh anda sepenuhnya.

Merancang Latihan Mental (mental practice)


Dalam merancang latihan mental, sebaiknya pelatih atau psikolog olahraga mempertimbangkan dahulu aspek-aspek berikut :
1. Karakteristik atlit/pemain yang melakukan latihan mental : siapa yang melakukan latihan mental ? apakah atlit mahir atau atlit pemula ? sampai tahap apa kemampuannya ?
kemampuan otak dalam membayangkan sesuatu selalu konsisten dengan apa yang dapat dilakukan oleh tubuh. Misalnya, seorang perenang amatir gaya crawl akan merasa kesulitan  membayangkan gerakan renang gaya kupu-kupu; karena ia hanya terlatih melakukan gaya crawl (gaya bebas). Jadi, latihan mental tidak bisa menggantikan latihan fisik sepenuhnya. Atlit yang belum menguasai gerakan kuncian dalam judo akan kesulitan melakukan gerakan itu bila ia belum ahli atau masih baru bermain. Jadi, sebelum menyuruhmelakukan  atlit latihan mental pastikan terlebih dahulu atlit sudah menguasau gerakan tersebut.

2. Target keterampilan/kemampuan yang ingin ditingkatkan : kemampuan atau keterampilan spesifik apa yang ingin ditingkatkan? apakah termasuk dengan tugas kognitif atau tugas fisik ? perlu diingat bahwa latihan mental yang berkaitan dengan tugas kognitif hanya efektif pada atlit mahir yang sudah berpengalaman. Sedangkan untuk atlit pemula, tujuan latihan mental adalah untuk mengasah gerakan fisik.

lebih jauh lagi, bila berkaitan dengan tugas kognitif, kemampuan spesifik apa yang ingin ditingkatkan? Misalnya, dalam olahraga pencak silat tanding, target keterampilannya adalah kemampuan mengatur posisi di dalam gelanggang. Sehingga, yang dibayangkan pesilat dalam latihan mental adalah ia berada di gelanggang sedang menghadapi lawan : lalu ia membayangkan mengatur langkah kakinya untuk mendapatkan posisi menguntungkan di dalam gelanggang.
sedangkan pada tugas fisik, keterampilan spesifik apa yang ingin ditingkatkan? Misalnya seorang pesenam ingin melatih keterampilan dasar gerakan flip-flop, maka yang ia bayangkan adalah dirinya melakukan gerakan flip-flop beberapa kali secara sempurna.

3. Karakteristik cabang olahraga yang dilakukan. Dalam latihan mental untuk olahraga tim, terutama yang berkaitan dengan tugas kognitif, seorang pemain harus juga membayangkan pemain-pemain lainnya dan/atau pemain lawan. Pada olahraga individual, pemain cukup hanya membayangkan dirinya berada di gelanggang / lapangan.
Penting bagi pemain/atlit untuk membayangkan kondisi lapangan sedetil mungkin, termasuk permukaan lapangan tempat ia berdiri, posisi wasit atau juri, peralatan / perangkat yang ada di lapangan (misalnya, lokasi ring basket untuk basket, kuda-kuda lompat untuk pesenam, garis gelanggang untuk pesilat tanding, dsj). Hal ini baru bisa dibayangkan secara jelas apabila atlit telah berpengalaman tanding sebelumnya.

4. Frekuensi dan intensitas pengulangan. Disarankan latihan mental dilakukan sekali sehari selama 10 – 20 menit sebelum tidur atau pada saat suasana tenang dan nayaman.Untuk latihan mental yang berkaitan dengan tugas kognitif cukup dilakukan satu kali sehari, karena atlit harus membayangkan banyak hal dan memecahkan masalah.


Namun untuk meningkatkan keterampilan gerak yang sederhana (tugas fisik) ada juga yang menyarankan dilakukan sesering mungkin, mengingat bahwa latihan mental yang berkaitan dengan tugas gerak tidak membutuhkan waktu lama untuk membayangkannya.Hal ini karena tujuan latihan mental yang terkait tugas fisik adalah untuk meningkatkan otomatisasi gerakan – gerakan yang dibuthkan dalam bermain.

Mental Practice (Latihan Mental)



Mental Training, atau Mental Practice, atau dalam bahasa Indonesia disebut latihan mental adalah apabila latihan dilakukan secara kognitif, simbolik (dalam pikiran) tanpa adanya latihan fisik atau “latihan yang aktual”. Contohnya, seorang pemain basket yang membayangkan melakukan latihan three poin saat menjelang tidur, dapat dikatakan ia sedang melakukan latihan mental, karena pada kenyataannya dia tidak sedang berada di lapangan, tidak memegang bola, tubuhnya tidak dalam kondisi mau melakukan lemparan 3 poin. Ia hanya membayangkannya dalam pikiran. Nah, latihan-latihan semacam inilah yang disebut latihan mental. Ada yang menyebutnya dengan berbagai istilah, misalnya mental rehearsal, imagery, visualization (visualisasi), dan lain sebagainya.

Dalam studi metaanalisis yang dilakukan Driskell, Cooper dan Moran (1997), diketahui beberapa temuan penting mengenai latihan mental, yaitu:
1. latihan mental terbukti efektif untuk meningkatkan penampilan dalam olahraga. Tetapi, dalam beberapa studi latihan mental tetap tidak lebih efektif daripada latihan yang sesungguhnya (yang dilakukan secara fisik). Jadi, latihan mental benar-benar efektif bila juga dikombinasikan dengan latihan fisik.
2. efek dari latihan mental dapat menurun. Menurut Driskell, peningkatan kemampuan hanya bertahan 2 minggu saja, setelah itu kembali menurun. artinya, latihan mental juga harus dilakukan secara teratur.
3. latihan mental sama-sama efektif dalam meningkatkan kemampuan yang berhubungan dengan tugas kognitif dan tugas fisik dalam bertanding.Tugas kognitif, misalnya berkaitan dengan pemecahan masalah. misalnya mengatur strategi, menganalisa pergerakan lawan, membaca permainan lawan, mengatur permainan dsb. Sedangkan tugas fisik, berkaitan dengan gerakan tubuh yang dilakukan pada satu cabang olahraga tertentu. misalnya membayangkan melakukan pukulan, menendang penalti, melompati galah, melakukan tembakan 3 poin dsb.
4. Latihan mental terbukti lebih efektif meningkatkan penampilan pada atlit mahir daripada bila dilakukan pada atlit amatir. Pada atlit mahir, latihan mental dapat meningkatkan penampilan yang berhubungan dengan tugas kognitif, misalnya mengatur strategi untuk memenangkan pertandingan. Namun pada atlit amatir, hasilnya tidak efektif, kemungkinan karena atlit amatir belum memiliki gambaran jelas mengenai berbagai jenis permainan dan belum memiliki keterampilan motorik yang cukup.
Tetapi untuk tugas yang bersifat fisik, mental training juga terbukti efektif pada atlit amatir. Jadi, disarankan agar para atlit amatir melakukan latihan mental untuk gerakan-gerakan sederhana dulu dengan tetap dikombinasikan dengan latihan fisik yang intensif. Untuk membayangkan permainan yang terkait strategi, hanya bisa dilakukan bila ia telah mengetahui gambaran lengkap mengenai bagaimana pertandingan dilakukan.
5. temuan terakhir menyatakan bahwa mental training tidak perlu dilakukan terlalu lama, disarankan dalam waktu tidak lebih dari 20 menit. lebih dari itu, pemain akan kehilangan konsentrasi.
lalu, mengapa latihan mental dapat meningaktkan kemampuan ? Penelitian untuk menjawab pertanyaan ini masih terus dilakukan.
Penjelasan pertama, adalah adanya hubungan psychoneuromuscular (Jacobson, 1932), atau hubunganantara otak dengan otot. Apabila otak membayangkan melakukan suatu gerakan, maka otot akan menunjukkan aktifitas yang mirip dengan aktifitas melakukan gerakan, namun dengan intensitas yang lebih rendah. Pengulangan ini akan memberikan umpan balik kinestetik kepada pelaku, sehingga akan memperkuat program motoriknya.
Penjelasan kedua mempercayai latihan mental adalah suatu kegiatan kognitif (berpikir). Menurut Sackett (1934), latihan mental memfasilitasi terciptanya hubungan yang kuat antara pikiran dengan kontrol motorik. Contohnya, seorang striker yang mahir dapat melakukan latihan mental dengan menciptakan “sebuah lapangan bola” yang lengkap dengan pemain bertahan untuk melatih reaksinya dalam menggiring bola melewati pemain lawan. Gambaran ini  (yang dalam psikologi disebut “schemata”), akan memperpendek waktu jeda antara perintah dari otak dengan gerakan yang harus dilakukan saat ia berada dalam situasi sesungguhnya. Semakin mahir seorang atlit maka akan semakin detil gambaran yang ada dalam pikirannya. Itulah mengapa seorang atlit amatir belum bisa mendapatkan manfaat dari latihan mental karena ia belum berpengalaman.
Saat ini, istilah latihan mental telah diperluas bukan hanya dalam aspek kognitif saja dengan “membayangkan pertandingan”, tetapi juga telah merambah ke aspek emosional, misalnya membayangkan perasaan bila meraih kemenangan. Misalnya, seorang striker membayangkan ia mencetak gol kemudian merayakan keberhasilan itu dengan melakukan selebrasi; disini bukan hanya membayangkan apa yang ia lakukan, tetapi ia juga membayangkan gejolak emosi yang akan dirasakannya bila mencetak gol. Biasanya, setelah melakukan visualisasi seperti ini, atlit akan dipenuhi perasaan positif dan optimis, dan muncul peningkatan kepercayaan diri dalam menghadapi pertandingan.


Beberapa teknik juga menyarankan tidak hanya merasakan perasaan positif saja, tetapi atlit juga perlu membayangkan situasi-situasi terburuk dan membayangkan bagaimana keluar dari situasi buruk tersebut. Situasi buruk ini misalnya tertinggal poin; menghadapi lawan yang menggunakan taktik kotor; bila wasit berat sebelah; menghadapi penonton yang mengintimidasi tim; dan lain sebagainya. Latihan mental yang semacam ini dapat membantu atlitmengontrol kecemasan meskipun dalam situasi genting.

KECEMASAN DALAM OLAHRAGA


Apakah kecemasan harus dihindari dalam olahraga, khususnya dalam olahraga prestasi ? atau justru sebaliknya, apakah kecemasan justru dibutuhkan dalam olahraga ? Kenyataannya, para ahli psikologi olahraga justru menyebutkan kecemasan sebagai salah satu faktor yang penting untuk menunjang penampilan olahraga yang maksimal. Nah, saya akan membahasnya dalam artikel ini.

Teori-teori tentang kecemasan (Anxienty) berhubungan dengan teori tentang Arousal. Arousal yaitu dimana  kondisi seseorang teraktivasi untuk siap menghadapi stimuli. Kondisi arousal ditandai dengan aktifnya RAS (reticular activation system — sistem saraf yang aktif saat berada dalam kondisi siap atau terbangun), sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Gara-gara aktnya sistem-sistem ini, maka detak jantung meningkat, tekanan darah meningkat, indera-indera menjadi *siaga*, dan tubuh berada dalam keadaan siap untuk beraksi. Sebenarnya, arousal ini sangat penting karena mengatur kondisi kesadaran, perhatian dan dalam berpikir. Arousal juga berperan dalam kita memutuskan melawan-atau-lari saat menghadapi sesuatu yang mengancam. Hanya saja, bebagai level Arousal yang dikombinasikan dengan berbagai situasi, akan menciptakan kondisi mental yang juga berbeda-beda.  Ini dia yang behubungan dengan kecemasan.

Kecemasan sendiri adalah kondisi fisiologis dan psikologis akibat rasa takut atau tertekan karena sesuatu yang tidak pasti. Reaksinya sama dengan arousal, yaitu naiknya detak jantung dan tekanan darah, tubuh berkeringat, ingin pipis, dsb. Kalau dihubungkan dengan Arousal, kecemasan sebanarnya adalah tanda bahwa tubuh kita siaga. Hanya saja kecemasan adalah *label negatif* yang kita berikan pada arousal (ingat teori Cannon-Bard tentang emosi), karena kecemasan biasanya muncul saat ada ancaman atau bahaya. Pada beberapa kasus, kecemasan dapat menjadi terlalu berlebihan sehingga muncul gejala fisiologis yang mengganggu, seperti pingsan, muntah-muntah, badan menjadi kaku, sakit perut, dan sebagainya.
Dalam olahraga, kecemasan ini muncul biasanya kalau kita berpersepsi bahwa kemampuan kita rendah, tetapi tugas atau tantangan yang dihadapi tinggi (low level skill – high challenge). Misalnya, pada atlit amatir yang keterampilannya masih rendah (low level), tetapi ia dibebani untuk menang, menghadapi lawan yang levelnya lebih tinggi, atau enghadapi skala pertandingan yang levelnya terlalu tinggi (high challenge), maka PASTI akan muncul kecemasan.
Nah, kecemasan sendiri memiliki tiga komponen, yaitu emosi, kognisi dan peirlaku. Emosi berkaitan dengan perasaan negatif yang muncul. misalnya, perasaan takut, tertekan, tidak enak, tersiksa, ingin melarikan diri dsb. Kognisi, berkaitan dengan pikiran negatif yang muncul. misalnya “rasanya saya tidak bisa main hari ini”, “saya tidak akan selamat melawan dia”, “waduh, saya pasti dihajar”, “saya pasti kalah”, dan berbagai pikiran negatif lainnya. Kecemasan selalu berhubungan dengan self-talk yang negatif. Ketiga, perilaku. Biasanya orang yang merasa cemas menunjukkan perilaku tertentu, misalnya gugup, tidak bisa tidur, gemetar, berjalan mondar-mandir, dsb. Pada atlit profesional sekalipun, mereka juga merasa cemas, tetapi bedanya mereka bisa mengontrol kecemasan tersebut sehingga tidak terlalu mempengaruhi perasaan, pikiran maupun perilakunya. Mereka tahu bahwa rasa cemas adalah pertanda mereka siap mengehadapi perlombaan, dan mengolahnya menjadi kewaspadaan/kesiapan menghadapi lawan (Ingat Arousal).
Nah, tahun 1908 Yerkes dan Dodson mengeluarkan teori Inverted U tentang hubungan antara Arousal dengan Penampilan (performance). Dalam Yekes-Dodson law Inverted-U ini, dikatakan bahwa meningkatnya Arousal akan juga diikuti meningkatnya Penampilan, tapi hanya pada sampai titik tertentu. Ketika Arousal terlalu tinggi, penampilan akan menurun. Berbagai penelitian selanjutnya memperkuat teori ini, termasuk penemuan bahwa meningkatnya arousal juga mirip dengan peningkatan hormon yang dikeluarkan saat stress (glucocorticoids). Tetapi, sebenarny Inverted U ini hanya berlaku untuk tugas-tugas yang hasilnya unpredictable seperti dalam olahraga tanding. Namun untuk tugas-tugas sederhana yang bisa dipelajari dengan mudah, arousal berbanding lurus dengan penampilan.

Nah, tidak semua olahraga hasilnya bisa diprediksi. Maka muncullah saingan dari Inverted U, yaitu Drive theory. Dalam drive theory, penampilan berbanding lurus dengan arousal. Semakin tinggi arousal atau kecemasan, semakin baik penampilan. Teori ini diperkuat oleh Clark Hull yang mengatakan bahwa peningkatan arousal sama dengan kemunculan motivasi atau adanya konsekuensi akibat perilaku. Argumentasi terhadap Drive theory ini karena ada beberapa cabang olahraga yang memang membutuhkan arousal tinggi agar penampilannya semakin baik, contohnya tinju. tetapi, teori ini tidak terlalu didukung oleh para ahli psikologi.

Catastrophe theory (Hardy, 1987) muncul dan mirip dengan teori Inverted U.  Bedanya, pada Catastrophe theory ini ada arousal minimum dan maksimum yang harus dimiliki oleh atlet untuk berperforma maksimal. Kalau dilihat kurvanya, memang tidak jauh beda dengan Inverted U.

Teori terakhir yang akan dibahas adalah teori tentang Optimum Functioning Zone dari Hanin (1997), atau IZOF (Individual Zone of Optimum Functioning). Dalam IZOF ini, penampilan individu akan maksimal bila telah memasuki “zona optimum” arousal yang dikehendaki oleh individu tersebut. zona ini memiliki kadar minimum dan maksimum. Penampilan atlit tidak akan maksimal bila Arousalnya belum memasuki kadar minimum atau arousalnya melewati kadar maksimum tersebut.  Sebenarnya ini mirip juga dengan Inverted U, tetapi bedanya bahwa dalam IZOF, fenomena ini bersifat sangat individual, atau artinya setiap atlit memiliki “kadar maksimum” dan “kadar minimum” arousalnya sendiri-sendiri. alias, setiap atlit memiliki IZOF-nya sendiri-sendiri yang berbeda dengan atlit yang lain.Ini bisa dilihat dari hasil penelitian Hanin mengenai perbedaan profil IZOF antara  3 orang atlit. Atlit A akan berperforma maksimal bila kecemasannya tinggi, atlit B bila kecemasannya sedang, dan atlit C justru berperforma maksimal bila kecemasannya rendah.
Dalam penelitian termutakhir mengenai IZOF, tampaknya masing-masing cabang olahraga juga memiliki IZOF-nya sendiri-sendiri, namun perbedaan individual tetap terlihat. Pada penelitian kualitatif terhadap lima atlit dayung nasional, Hanin (2000) memeperlihatkan bahwa terdapat perbedaan IZOF masing-masing individu, yaitu pada atlit 1,2,3,dan 4 memiliki IZOF yang berbeda-beda tingkatannya.
Seorang atlit yang sudah berpengalaman sudah mengetahui IZOF-nya, sehingga ia bisa menaikkan atau menurunkan arousalnya (kecemasan) agar tetap berada dalam IZOF sehingga bisa tetap berperforma maksimal. Seorang psikolog olahraga juga bertugas untuk mencegah kecemasan seorang atlit agar tidak melewati batas yang merugikan.

Referensi :
Shaw, et al. 2005. Sport Psychology ; Instant Notes. Taylor and Francis, Abingdon, UK.
http://www.qualitative-research.net/index.php/fqs/article/view/747/1618

BLEEP TEST

1.      Bleep tes

a.      Definisi
Bleep tes atau kata lainnya Multistage 20m Tes merupakan tes berlari terus menerus di antara dua garis yang berjarak 20 m selama terdengar suara beep yang sudah direkam , tes ini merupakan salah satu tes yang digunakan untuk mengukur prediksi kekutan aerobik maksimal atau  VO2max.  Menurut Iztok Kavcic1 dkk. (2012:18) bahwa tes ini merupakan tes yang dianggap valid, aman, murah dan reliabel untuk dilakukan oleh sekelompok atau banyak orang.



Gambar : 2.1 Bleep tes
  
b.      Aturan Pelaksanaan Bleep tes
Seorang tester melakukan berlari terus menerus diantara 2 garis berjarak 20 meter setelah aba aba start dimulai mengikuti suara beep yang sudah di rekam di dalam CD atau Software. Hal ini akan berlangsung mengikuti aturan waktu yang sudah ditentukan oleh para ahli. Bila atlet belum mencapai garis pada waktu terdengar suara beep, dia harus menyelesaikannya dahulu baru kemudian berbalik dan berusaha menyesuaikan kecepatan larinya di antara dua beep. Demikian juga, apabila Atlet sudah mencapai garis sebelum terdengar beep, dia harus menunggu sampai terdengar beep. Tes dihentikan bila tester dua kali gagal mencapai garis (kurang dari 2 meter) pada saat pembalikan dua kali berturut-turut. Waktu antara beep memendek setiap menit (level). Berikut merupakan data aturan yang yang diciptakan oleh Leger L.A. (1988) :.


Tabel : 2.1 Aturan Bleep Tes 
Sumber :www.topendsport.com
Pada leve1 1 dinyatakan bahwa untuk balikannya (suttlte) adalah 7 kali balikan dengan akumulasi balikan selama 7 kali , kecepatan 8.0 km/h dan waktu balikan adalah 9.00 detik dengan waktu total level adalah 63 detik. Jarak yang ditempuh yaitu 140 meter dengan akumulasi 140 meter dan total waktu keseluruhan di level 1 adalah 1.03 detik, begitu juga dengan level yang lainnya.  Data tabel diatas inilah yang akan menentukan penilaian terhadap atlet atau tester yang melakukan bleep tes yang nantinya akan dikonversikan kedalam nilai perkiraan VO2max.  Nilai atlet atau tester ditunjukkan dengan level dan jumlah lari bolak-balik yang dicapai sebelum mereka gagal menyesuaikan dengan rekaman beep. NIlai ini bisa dikonversikan ke dalam ‘VO2max equivalent score' dengan menggunakan rumus yang akan dibahas selanjutnya.

c.       Rumus Konversi Nilai Bleep tes Kedalam Nilai VO2max
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia Rumus adalah cara singkat untuk mencari informasi tertentu dengan cara menggunakan patokan, yang dilambangkan dengan huruf, angka, ataupun tanda. Rumus dapat juga diartikan sebagai pernyataan atau kesimpulan atas pendirian atau ketetapan yang disebut dengan kalimat ringkas dan tepat.  Rumus sering juga dikatakan sebagai salah satu langkah atau metode ilmiah untuk mencapai atau mencari kesimpulan atau sebagai konsep

.
Berikut merupakan rumus yang digunakan untuk menkonversikan nilai Bleep tes kedalam nilai Prediksi VO2max , bila dibandingkan dengan nilai-nilai tabel multi stage fitness LA Leger (1982) , hasil akan terjadi kesalahan hingga ± 0,3 ml / kg / menit.
VO2max = 15+(0,3689295 x TB) +(-0,000349 x TB x TB)
TB = Total Kumulatif Balikan Level + Balikan

Brian Mackenzie (2005).

PENGERTIAN VO2MAX

1.      Konsumsi Oksigen Maksimal (VO2max)
Menurut Welsman JR, (1996:89) dikutip dari karya ilmiah Adhikarmika Uliyandari (2009:5) VO2max adalah jumlah maksimal oksigen yang dapat dikonsumsi selama aktivitas fisik yang intens sampai akhirnya terjadi kelelahan. Karena VO2max ini dapat membatasi kapasitas kardiovaskuler seseorang, maka VO2max dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik . Rodrigues AN,(2006:426). VO2max juga dapat diartikan sebagai kemampuan maksimal seseorang untuk mengkonsumsi oksigen selama aktivitas fisik pada ketinggian yang setara dengan permukaan laut. VO2max merefleksikan keadaan paru, kardiovaskuler, dan hematologik dalam pengantaran oksigen, serta mekanisme oksidatif dari otot yang melakukan aktivitas. Secara teori, nilai VO2max dibatasi oleh cardiac output, kemampuan sistem respirasi untuk mengantarkan oksigen ke darah, atau kemampuan otot untuk menggunakan oksigen. Dengan begitu, VO2max pun menjadi batasan kemampuan aerobik, dan oleh sebab itu dianggap sebagai parameter terbaik untuk mengukur kemampuan aerobik (atau kardiorespirasi) seseorang.  Dikutip dari karya ilmiah Adhikarmika Uliyandari (2009:5) VO2max merupakan nilai tertinggi dimana seseorang dapat mengkonsumsi oksigen selama latihan, serta merupakan refleksi dari unsur kardiorespirasi dan hematologik dari pengantaran oksigen dan mekanisme oksidatif otot Verducci F(1981:261). Dengan demikian orang dengan daya tahan kardiorespirasi yang baik memiliki nilai VO2max lebih tinggi dan dapat melakukan aktivitas lebih lama dibanding mereka yang memiliki nilai VO2max rendah.

a.       Satuan
VO2max dinyatakan sebagai volume total oksigen yang digunakan per menit (ml/menit). Semakin banyak massa otot seseorang, semakin banyak pula oksigen (ml/menit) yang digunakan selama latihan maksimal. Untuk menyesuaikan perbedaan ukuran tubuh dan massa otot, VO2max dapat dinyatakan sebagai jumlah maksimum oksigen dalam mililiter, yang dapat digunakan dalam satu menit per kilogram berat badan (ml/kg/menit).

b.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai VO2max
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai VO2max dapat disebutkan sebagai berikut.
1)      Umur
Penelitian cross-sectional dan longitudinal nilai VO2max pada anak usia 8-16 tahun yang tidak dilatih menunjukkan kenaikan progresif dan linier dari puncak kemampuan aerobik, sehubungan dengan umur kronologis pada anak perempuan dan laki-laki. VO2max anak laki-laki menjadi lebih tinggi mulai umur 10 tahun. Amstrong N. (2006 82 : 406), walau ada yang berpendapat latihan ketahanan tidak terpengaruh pada kemampuan aerobik sebelum usia 11 tahun. .Puncak nilai VO2max dicapai kurang lebih pada usia 18-20 tahun pada kedua jenis kelamin Fox SI. Muscle (2003;343).Secara umum, kemampuan aerobik turun perlahan setelah usia 25 tahun.
Penelitian dari Jackson AS et al. menemukan bahwa penurunan rata-rata VO2max per tahun adalah 0.46 ml/kg/menit untuk pria (1.2%) dan 0.54 ml/kg/menit untuk wanita (1.7%). Penurunan ini terjadi karena beberapa hal, termasuk reduksi denyut jantung maksimal dan isi sekuncup jantung maksimal Jenis kelamin

Menurut Imanudin Iman (2008:66) kemampuan aerobik wanita sekitar 20% lebih rendah dari pria pada usia yang sama. Hal ini dikarenakan perbedaan hormonal yang menyebabkan wanita memiliki konsentrasi hemoglobin lebih rendah dan lemak tubuh lebih besar. Wanita juga memiliki massa otot lebih kecil daripada pria. Menurut Armstrong N. (2006;82) Mulai umur 10 tahun, VO2max anak laki-laki menjadi lebih tinggi 12% dari anak perempuan. Pada umur 12 tahun, perbedaannya menjadi 20%, dan pada umur 16 tahun VO2max anak laki-laki 37% lebih tinggi dibanding anak perempuan. 

2)       Suhu

Dikutip dari karya ilmiah Adhikarmika Uliyandari (2009:5) Pada fase luteal menstruasi, kadar progesteron meningkat. Padahal progesteron memiliki efek termogenik, yaitu dapat meningkatkan suhu basal tubuh. Efek termogenik dari progesteron ini rupanya meningkatkan BMR. Solomon (1982).  sehingga akan berpengaruh pada kerja kardiovaskuler dan akhirnya berpengaruh pula pada nilai VO2max secara tidak langsung.

Daya Tahan Kardiorespirasi

Menurut antorin k. dkk (2000:3) Dayatahan kardiorespirasi adalah kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas fisik yang intens dan berkesinambungan dengan melibatkan sekelompok otot besar. Ketahanan kardiorespirasi ini termasuk unsur kondisi fisik yang paling penting. Dalam kondisi fisik terdapat beberapa unsur kondisi fisik, diantaranya adalah daya tahan, kecepatan kekuatan.  Salah satu unsur kondisi fisik yang sangat penting adalah daya tahan yang dapat diartikan bahwa kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu dengan  berulang ulang dan tahan lama.  Seorang atlet yang mempunyai daya tahan yang tinggi, baik itu daya tahan kekuatan, daya tahan kardiorespirasi maupun daya tahan kecepatan akan mampu melakukan gerakan dengan waktu yang lama secara berulang ulang.

a.       Ketahanan aerobik dan anaerobik

Pada dasarnya, ada dua macam ketahanan kardiorespirasi, yaitu aerobik dan anaerobik. Menurut Imanudin Iman (2008:66) Ketahanan aerobik adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas jangka panjang (dalam hitungan menit sampai jam) yang bergantung pada system O2-ATP untuk memasok persediaan energi yang dibutuhkan selama aktivitas. Aktivitas yang dilakukan dalam jangka waktu yang lebih singkat membutuhkan sistem yang dapat menyediakan ATP lebih cepat dari sistem O2-ATP Maka digunakanlah sistem energi anaerobik, yaitu glikolisis parsial untuk menyediakan energi yang dibutuhkan. Aktivitas semacam ini disebut dengan ketahanan anaerobik.


 

Blogger news