BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tuna Netra
Secara etimologis, kata tuna berarti
luka, rusak, kurang atau tiada memiliki. Netra berarti mata atau penglihatan.
Jadi tunanetra berarti kondisi luka atau rusaknya mata, sehingga mengakibatkan
kurang atau tiada memiliki kemampuan persepsi penglihatan. Dari pengertian
tersebut dapat dirumuskan bahwa istilah tunanetra mengandung arti rusaknya
penglihatan . Rumusan ini pada dasarnya belum lengkap dan jelas karena belum
tergambarkan apakah keadaan mata yang tidak dapat melihat sama sekali atau mata
rusak tetapi masih dapat melihat, atau juga berpenglihatan sebelah.
Tunanetra
memiliki keterbatasan dalam penglihatan antara lain :
1.
Tidak dapat melihat gerakan tangan
pada jarak kurang dari satu meter.
2.
Ketajaman penglihatan 20/200 kaki
yaitu ketajaman yang mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki.
3.
Bidang penglihatannya tidak lebih
luas dari 20º
alam
kehidupan sehari-hari khususnya masyarakat yang awam terhadap masalah
ketunanetraan menganggap bahwa istilah tunanetra sering disamakan dengan buta.
Pandangan masyarakat tersebut didasarkan pada suatu pemikiran yang umum yaitu
bahwa setiap tunanetra tidak dapat melihat sama sekali.
Bila
istilah tunanetra diartikan seperti di atas, maka hal ini kurang tepat karena
tidak semua orang tunanetra adalah buta. Artinya ada sekelompok penyandang
kerusakan mata yang tidak termasuk di dalamnya, dan kelompok ini dikenal dengan
istilah low vision (kurang lihat). Buta adalah salah satu kelompok dalam
ketunanetraan yang paling berat. Artinya kalau seorang buta maka jelas ia
merupakan tunanetra, tetapi tidak semua tunanetra adalah buta.
Banyak
orang yang memberikan definisi tentang tunanetra tergantung dari sudut pandang
dan dari sisi mana memandang berdasarkan kebutuhannya. Dengan demikian hal
tersebut akan melahirkan keanekaragaman definisi tunanetra tetapi pada dasarnya
memiliki kesamaan.
Frans
Harsana Sasraningrat mengatakan bahwa tunanetra ialah suatu kondisi dari indera
penglihatan atau mata yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kondisi itu
disebabkan oleh karena kerusakan pada mata, syaraf optik dan atau bagian otak
yang mengolah stimulus visual .
Pendapat
lain menyatakan bahwa tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam
penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan . Sejalan dengan
pendapat tersebut, Irham Hosni menegaskan bahwa seseorang dikatakan tunanetra
adalah orang yang kedua penglihatannya mengalami kelainan sedemikian rupa dan
setelah dikoreksi mengalami kesukaran dalam menggunakan matanya sebagai saluran
utama dalam menerima informasi dari lingkungannya .
Drs. Nurkholis menyatakan bahwa tunanetra
adalah kerusakan atau cacat mata yang mengakibatkan seseorang tidak dapat
melihat atau buta.
Daniel P Hallahan dan James M Kauffman memberikan batasan mengenai tunanetra
sebagai berikut:
For educational
purposes, the blind person is one whose sight is so severaly impaired that he
or she must be taught to read by Braille or by aural methods (audiotapes and
records). The partially sighted person can read print even though magnifying
devices or large-print books may be needed .
Pengertian
tersebut dapat diartikan bahwa untuk kepentingan pendidikan, anak tunanetra
yang mengalami kelainan yang sangat berat harus diajar membaca dengan
menggunakan huruf Braille atau dengan metode pendengaran seperti menggunakan
audiotape atau alat perekam lain, sedangkan anak yang mengalami gangguan
penglihatan sebagian baru dapat membaca tulisan apabila dibantu dengan
menggunakan alat pembesar atau buku yang hurufnya diperbesar.
Dengan demikian dari beberapa pendapat tersebut, jika ditinjau berdasarkan
kepentingan pendidikan maka seseorang dinyatakan tunanetra apabila setelah
matanya diperiksa, jelas-jelas ia tidak dapat mempergunakan media pendidikan
seperti yang digunakan siswa / anak awas pada umumnya.
Dari
berbagai uraian tentang tunanetra di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak
tunanetra adalah anak yang mengalami kerusakan penglihatan yang sedemikian rupa
sehingga ia tidak dapat menggunakan indera penglihatannya untuk kebutuhan pendidikan
atapun lainnya walaupun dengan bantuan alat bantu, sehingga memerlukan bantuan
atau pelayanan pendidikan secara khusus.
B.
Klasifikasi
Tuna Netra
Klasifikasi tunanetra
secara garis besar dibagi empat yaitu:
1. Berdasarkan
waktu terjadinya ketunanetraan
- Tunanetra sebelum dan sejak
lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman
penglihatan.
- Tunanetra setelah lahir atau
pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual
tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
- Tunanetra pada usia sekolah
atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan
meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
- Tunanetra pada usia dewasa;
pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan
latihan-latihan penyesuaian diri.
- Tunanetra dalam usia lanjut;
sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
2. Berdasarkan
kemampuan daya penglihatan
- Tunanetra ringan
(defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam
penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program
pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi
penglihatan.
- Tunanetra setengah berat
(partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya
penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti
pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
- Tunanetra berat (totally
blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
3. Berdasarkan
pemeriksaan klinis
- Tunanetra yang memiliki
ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki bidang
penglihatan kurang dari 20 derajat.
- Tunanetra yang masih
memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200 yang
dapat lebih baik melalui perbaikan.
4. Berdasarkan
kelainan-kelainan pada mata
- Myopia; adalah penglihatan
jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina.
Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu
proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan
lensa negatif.
- Hyperopia; adalah
penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina.
Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses
penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan
lensa positif.
- Astigmatisme; adalah
penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan
pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan
benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina.
Untuk membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan
kacamata koreksi dengan lensa silindris.
C. Kebutuhan
Tuna Netra
1.
Kebutuhan
Tuna Netra Secara Umum
Menurut teori Maslow tentang
motivasi atau prilaku yang dipengaruhi kebutuhan digambarkan seperti piramide
yang tersusun dari lima tingkat dan setiap tingkatnya mengandung satu unsur
kebutuhan yaitu.
1)
Kebutuhan
Fisiologis
2)
Kebutuhan
akan rasa aman
3)
Kebutuhan
akan kasih sayang
4)
Kebutuhan
akan penghargaan
5)
Kebutuhan
akan Aktualisasi Diri
2. Kebutuhan Tuna Netra
Secara Khusus
Kebutuhan
orang tunanetra sebagai manusia tidak berbeda dengan kebutuhan manusia pada
umumnya. Pada dasarnya setiap prilaku manusia tertuju pada motif pemenuhan
kebutuhan, yang berarti kebutuhan mempengaruhi prilaku manusia.
Tunanetra adalah seorang
individu yang mengalami kelainan pada penglihatan sehingga ia tidak dapat
menggunakan penglihatannya sebagai saluran utama dalam menerima informasi dari
lingkungan. Adanya kelainan penglihatan pada seseorang mempunyai akibat langsung
maupun tidak langsung. Akibat langsung adalah akibat yang disebabkan oleh
ketunanetraan sedangkan akibat tidak langsung adalah akibat yang disebabkan
oleh lingkungan. Akibat yang tidak langsung ini lebih sulit diatasi daripada
akibat langsung dari ketunanetraannya.
Sebagai adanya akibat
langsung dantidak langsung ini menyebabkan adanya kebutuhan khusus. Kebutuhan
khusus tunanetra ditinjau dari tiga
aspek:
1)
Fisiologis
Tunanetra adalah akibat
adanya perubahan secara fisiologis dari sebagian aspek dalam organisme. Dengan
demikian seorang tunanetra mungkin membutuhkan perawatan dan pemeriksaan medis,
pengobatan dan evaluasi medis secara umum. Sebagai kegiatan organisme
diperlukan latihan gerak dan ekspresi tubuh
2)
Personal
Ketunanetraan merupakan
pengalaman personal, orang diluar dirinya tidak akan merasakan tanpa ia
mengalaminya. Meskipun sama-sama mengalami tunanetra, belum tentu sama apa yang
dirasakannya.
Individu yang mengalami
tunanetra tidak hanya terganggu dan terhambat mobilitasnya tetapi ia juga akan
terganggu keberadaannya sebagai manusia.
Akibat dari ketunanetraan
sebagai pengalaman personal, maka epek psikologisnya yang ditimbulkan banyak
tergantung pada kapan terjadinya ketunanetraan dan bagimana kwalitas serta
karakteristik susunan kejiwaannya.
Akibat ketunanetraan
sebagai pengalaman personal, maka timbul beberapa kebutuhan yang bersifat
personal pula. Kebutuhan tersebut antara lain adalah latihan Orientasi dan
Mobilitas, minat untuk berinteraksi dengan lingkungan terutama dalam hal
mengolah dan menerima informasi dari lingkungan, keterampilan aktivitas
kehidupan sehari-hari seperti menolong diri sendiri. Pendidikan dan bimbingan
penyuluhan juga merupakan kebutuhan personal secara khusus dan banyak lagi
kebutuhab yang bersifat individual.
3)
Sosial
Ketunanetraan
merupakan fenomena social. Apabila ketunanetraan terjadi dalam suatu kelompok
masyarakat, maka struktur masyarakat akan mengalami perubahan.
Keluarga merupakan unit
terkecil dalam kelompok masyarakat. Apabila ketunanetraan terjadi dan muncul
dalam suatu keluarga, maka tidak mungkin susunan keluarga kembali seperti
sebelum adanya anggota keluarga yang mengalami tunanetra. Keluarga akan
mengadakan perubahan dan penyesuaian baik secara total maupun sebagian
Perubahan dan penyesuaian
yang terjadi mungkin berakibat baik dan menyenangkan bagi semua anggota
keluarga. Mungkin pula berakibat buruk terhadap hubungan dan interaksi antar
anggota keluarga.
Kurang baiknya hubungan
dan interaksi keluarga karena adanya seorang tunanetra di tengah keluarga, bias
terjadi antara anggota keluarga yang awas maupun antara anggota keluarga yang
awas dengan yang mengalami tunanetra.
Baik buruknya pengaruh
adanya seorang tunanetra di tengah keluarga tergantung pada menerima tidaknya
semua anggota keluarga terhadap adanya kenyataan tersebut diatas.
Dengan adanya pandangan
ketunanetraan sebagai fenomena social, maka kebutuhan dari segi social adalah
adanya hubungan yang baik antar personal )personal relationship), interaksi
yang baik antar anggota keluarga, interaksi dan hubungan dengan teman-temannya,
dan membutuhkan pula untuk ikut berpartisipasi dengan berbagai kegiatan dalam
lingkungannya.
D. Pendidikan
Bagi Tuna Netra
Alat Pendidikan Tunanetra
Alat pendidikan bagi tunanetra terdiri dari : Alat pendidikan khusus, alat Bantu
peraga dan alat peraga.
1.
Alat Pendidikan
Khusus :
1)
Reglet dan pena
2)
Mesin tik Baille
3)
Printer Braille
4)
Abacus
2.
Alat Bantu
1)
Alat bantu perabaan
(buku-buku, air panas/dingin, batu, dsb)
2)
Alat Bantu pendengaran
(kaset, CD, talkingbooks)
3.
Alat Peraga
Alat peraga tactual atau audio yaitu alat peraga
yang dapat diamati melalui perabaan atau pendengaran.(patung hewan, patung
tubuh manusia , peta timbul
Tenaga Kependidikan yang dibutuhkan antra lain :
1)
Guru
2)
Psikolog
3)
Dokter mata
4)
Optometris
Layanan Pendidikan
1.
Jenjang Pendidikan
dan lama pendidikan :
1)
TKKh/TKLB : 3 tahun
2)
SDKh/SDLB : 6 tahun
3)
SMPKh/SMPLB : 3
tahun
4)
SMAKh/SMALB : 3
tahun
5)
Model Pendidikan
2.
Pendidikan Inklusif
Pendidikan Inklusif adalah pendidikan pada
sekolah umum yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang memerlukan pendidikan
khusus pada sekolah umum dalam satu kesatuan yang sistemik.
Kurikulum yang digunakan pada pendidikan
inklusif adalahkurikulum yang fleksibelyang disesuaikan dengan kemampuan dan
kebutuhan setiap siswa.
3.
Pendidikan Khusus
(SLB)
Pendidikan Khusus (SLB) adalah lembaga pendidikan yang
menyeleng-garakan program pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
4.
Guru Kunjung
Model guru kunjung dilakukan dalam upaya
pemerataan pendidikan bagi anak tunanetra usia sekolah. Model ini diberlakukan
dalam hal anak tunanetra tidak dapat belajar di sekolah khusus atau sekolah
lainnya karena tempat tinggal yang sulit dijangkau, jarak sekolah dan rumah
terlalu jauh, kondisi anak tunanetra yang tidak memungkinkan untuk berjalan,
menderita berkepanjuangan , dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar