Mental Training, atau
Mental Practice, atau dalam bahasa Indonesia disebut latihan mental adalah
apabila latihan dilakukan secara kognitif, simbolik (dalam pikiran) tanpa
adanya latihan fisik atau “latihan yang aktual”. Contohnya, seorang pemain
basket yang membayangkan melakukan latihan three poin saat menjelang tidur,
dapat dikatakan ia sedang melakukan latihan mental, karena pada kenyataannya
dia tidak sedang berada di lapangan, tidak memegang bola, tubuhnya tidak dalam
kondisi mau melakukan lemparan 3 poin. Ia hanya membayangkannya dalam pikiran.
Nah, latihan-latihan semacam inilah yang disebut latihan mental. Ada yang
menyebutnya dengan berbagai istilah, misalnya mental rehearsal, imagery,
visualization (visualisasi), dan lain sebagainya.
Dalam studi metaanalisis yang dilakukan Driskell, Cooper dan
Moran (1997), diketahui beberapa temuan penting mengenai latihan mental, yaitu:
1. latihan mental terbukti efektif untuk meningkatkan
penampilan dalam olahraga. Tetapi, dalam beberapa studi latihan mental tetap
tidak lebih efektif daripada latihan yang sesungguhnya (yang dilakukan secara
fisik). Jadi, latihan mental benar-benar efektif bila juga dikombinasikan
dengan latihan fisik.
2. efek dari latihan mental dapat menurun. Menurut Driskell,
peningkatan kemampuan hanya bertahan 2 minggu saja, setelah itu kembali
menurun. artinya, latihan mental juga harus dilakukan secara teratur.
3. latihan mental sama-sama efektif dalam meningkatkan
kemampuan yang berhubungan dengan tugas kognitif dan tugas fisik dalam
bertanding.Tugas kognitif, misalnya berkaitan dengan pemecahan masalah.
misalnya mengatur strategi, menganalisa pergerakan lawan, membaca permainan
lawan, mengatur permainan dsb. Sedangkan tugas fisik, berkaitan dengan gerakan
tubuh yang dilakukan pada satu cabang olahraga tertentu. misalnya membayangkan
melakukan pukulan, menendang penalti, melompati galah, melakukan tembakan 3
poin dsb.
4. Latihan mental terbukti lebih efektif meningkatkan
penampilan pada atlit mahir daripada bila dilakukan pada atlit amatir. Pada
atlit mahir, latihan mental dapat meningkatkan penampilan yang berhubungan
dengan tugas kognitif, misalnya mengatur strategi untuk memenangkan
pertandingan. Namun pada atlit amatir, hasilnya tidak efektif, kemungkinan
karena atlit amatir belum memiliki gambaran jelas mengenai berbagai jenis
permainan dan belum memiliki keterampilan motorik yang cukup.
Tetapi untuk tugas yang bersifat fisik, mental training juga
terbukti efektif pada atlit amatir. Jadi, disarankan agar para atlit amatir
melakukan latihan mental untuk gerakan-gerakan sederhana dulu dengan tetap
dikombinasikan dengan latihan fisik yang intensif. Untuk membayangkan permainan
yang terkait strategi, hanya bisa dilakukan bila ia telah mengetahui gambaran
lengkap mengenai bagaimana pertandingan dilakukan.
5. temuan terakhir menyatakan bahwa mental training tidak
perlu dilakukan terlalu lama, disarankan dalam waktu tidak lebih dari 20 menit.
lebih dari itu, pemain akan kehilangan konsentrasi.
lalu, mengapa latihan mental dapat meningaktkan kemampuan ?
Penelitian untuk menjawab pertanyaan ini masih terus dilakukan.
Penjelasan pertama, adalah adanya hubungan psychoneuromuscular
(Jacobson, 1932), atau hubunganantara otak dengan otot. Apabila otak
membayangkan melakukan suatu gerakan, maka otot akan menunjukkan aktifitas yang
mirip dengan aktifitas melakukan gerakan, namun dengan intensitas yang lebih
rendah. Pengulangan ini akan memberikan umpan balik kinestetik kepada pelaku,
sehingga akan memperkuat program motoriknya.
Penjelasan kedua mempercayai latihan mental adalah suatu
kegiatan kognitif (berpikir). Menurut Sackett (1934), latihan mental
memfasilitasi terciptanya hubungan yang kuat antara pikiran dengan kontrol
motorik. Contohnya, seorang striker yang mahir dapat melakukan latihan mental
dengan menciptakan “sebuah lapangan bola” yang lengkap dengan pemain bertahan
untuk melatih reaksinya dalam menggiring bola melewati pemain lawan. Gambaran
ini (yang dalam psikologi disebut “schemata”), akan memperpendek waktu
jeda antara perintah dari otak dengan gerakan yang harus dilakukan saat ia
berada dalam situasi sesungguhnya. Semakin mahir seorang atlit maka akan semakin
detil gambaran yang ada dalam pikirannya. Itulah mengapa seorang atlit amatir
belum bisa mendapatkan manfaat dari latihan mental karena ia belum
berpengalaman.
Saat ini, istilah
latihan mental telah diperluas bukan hanya dalam aspek kognitif saja dengan
“membayangkan pertandingan”, tetapi juga telah merambah ke aspek emosional,
misalnya membayangkan perasaan bila meraih kemenangan. Misalnya, seorang
striker membayangkan ia mencetak gol kemudian merayakan keberhasilan itu dengan
melakukan selebrasi; disini bukan hanya membayangkan apa yang ia lakukan,
tetapi ia juga membayangkan gejolak emosi yang akan dirasakannya bila mencetak
gol. Biasanya, setelah melakukan visualisasi seperti ini, atlit akan dipenuhi
perasaan positif dan optimis, dan muncul peningkatan kepercayaan diri dalam
menghadapi pertandingan.
Beberapa teknik juga menyarankan tidak hanya merasakan
perasaan positif saja, tetapi atlit juga perlu membayangkan situasi-situasi
terburuk dan membayangkan bagaimana keluar dari situasi buruk tersebut. Situasi
buruk ini misalnya tertinggal poin; menghadapi lawan yang menggunakan taktik
kotor; bila wasit berat sebelah; menghadapi penonton yang mengintimidasi tim;
dan lain sebagainya. Latihan mental yang semacam ini dapat membantu
atlitmengontrol kecemasan meskipun dalam situasi genting.